Minggu, 02 Agustus 2009

HARGA SUATU KARYA SENI

Mungkin ada diantara kita yang mengalami :
Bekerja 2 hari 2 malam + 1 hari merenung + seminggu konsultasi, untuk menghasilkan karya desain yang sesuai dengan keinginan klien. Tapi setelah selesai kita mendapat tawaran harga yang kejam, hanya pujian yang didapat dan kepuasan konsumen yang kita lihat. Itulah pengalaman saya ketika mendesain bangunan.

Dan itu juga kenyataan yang harus dihadapi. Tidak/belum semua orang menghargai desain atau seni dalam arti luas. Sementara di sisi lain tidak semua orang mampu mengapresiasikan desain (seni) sebagai ungkapan emosi dan sebagai buah dari perjalanan kreativitas. Hanya kalangan tertentu saya yang benar-benar memahami dan menghargainya dengan nilai layak... .

Mungkin para desainer atau pelaku bidang seni lainnya harus bersabar, karena keahlian di bidang ini penilaiannya masih relatif dan menggantung. Meskipun klien merasa terpuaskan tapi kalau masalah harga kadang penawarannya begitu kejam. Bahkan jauh dibawah pesaing yang pernah mengecewakan klien tersebut.

Yaaah..., untuk sementara ini yang harus dilakukan adalah ikhlas. Karena usaha yang dijalankan dengan ikhlas bukan perhitungan untung dan rugi melalui angka dan logika, tapi juga melibatkan hati. Tidak hanya keuntungan yang dicari tapi juga kepuasan, baik kepuasan diri maupun kepuasan konsumen.

Bukan...Bukan hal diatas yang saya maksud, karena "rezeki datangnya dari Allah". Tapi masalah penghargaan di bidang seni, yang lebih mengarah pada "selling art", artinya sudah terorientasikan sebagai profesi/pekerjaan. Yang dalam pengerjaannya memerlukan biaya; biaya untuk asisten, makan, transport, dll.

Harga suatu desain (seni) tidak ada patokan resminya. Pada dasarnya harga desain/seni pada umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya :
  • Tingkat kesulitan (model)
  • Ukuran (dlm bangunan lebih besar lebih murah harga permeternya)
  • Kuantitas
  • Daya yang dikerahkan (budget, time, transport, dll)
  • Keahlian (jam terbang), dan lain sebagainya.
Intinya untuk mengerjakannya ada biaya yang harus dikeluarkan. Sementara biaya yang dikeluarkan minimal harus sebanding dengan biaya yang diterima. Bukan atas nama hubungan, kenalan, kekeluargaan, promosi, dll.
Memang benar kita harus berbagi, betul juga kita harus memuaskan konsumen. Tapi usaha harus memikirkan alat dan penyusutannya, transport, waktu, dll.

Atau...., mungkinkah gaji asisten ditukar dengan yang namanya gotong-royong...?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar